JAKARTA – Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Brasil berada di ambang ketegangan menyusul ancaman serius dari pemerintah Brasil untuk membawa kasus kematian warganya, Juliana De Souza Pereira Marins (26), ke ranah hukum internasional. Ancaman ini muncul setelah pihak keluarga korban dan otoritas Brasil menyatakan ketidakpuasan terhadap penanganan kasus tersebut, dengan dugaan kuat adanya unsur kelalaian yang berujung pada tewasnya Juliana di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, pada akhir Juni lalu.

Pemerintah Brasil, melalui Kantor Pembela Publik Federal (DPU), secara resmi mengumumkan bahwa mereka sedang melakukan autopsi ulang terhadap jenazah Juliana. Hasil dari autopsi kedua ini akan menjadi penentu langkah hukum selanjutnya, yang berpotensi menyeret Indonesia ke forum hak asasi manusia internasional, sebuah skenario yang dapat memiliki implikasi serius bagi citra dan hubungan bilateral kedua negara.

Pemicu Ketegangan: Perbedaan Hasil Autopsi dan Dugaan Kelalaian

Ketegangan yang terjadi berakar dari perbedaan fundamental mengenai penyebab kematian Juliana. Laporan awal yang dirilis menyebutkan bahwa Juliana tewas akibat terjatuh ke jurang sedalam ratusan meter saat melakukan pendakian. Namun, hasil autopsi pertama yang dilakukan di Indonesia justru menimbulkan pertanyaan besar dan kecurigaan di kalangan keluarga korban serta pemerintah Brasil.

Dokter forensik di Bali menyimpulkan bahwa kematian Juliana disebabkan oleh kekerasan benda tumpul akibat terguling, yang mengakibatkan kerusakan organ dalam dan pendarahan masif. Kematian diperkirakan terjadi sangat cepat setelah insiden terjatuh. Namun, narasi yang berkembang di Brasil, dan didukung penuh oleh pihak keluarga, adalah adanya kemungkinan kelalaian yang signifikan dalam proses penyelamatan, yang mungkin telah memperburuk kondisi Juliana atau bahkan menjadi faktor penentu kematiannya.

Tuntutan Transparansi dan Penyelidikan Mendalam

Keluarga Juliana Marins secara khusus menyoroti lambatnya proses evakuasi yang baru berhasil dilakukan beberapa hari setelah korban dilaporkan jatuh. Mereka mempertanyakan secara serius apakah penundaan ini turut berkontribusi pada kematian Juliana dan apakah standar keselamatan serta prosedur tanggap darurat di destinasi wisata berisiko tinggi seperti Gunung Rinjani sudah memadai dan sesuai dengan standar internasional. Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi inti dari tuntutan mereka akan transparansi dan akuntabilitas.

Taisa Bittencourt, seorang Advokat HAM dari DPU Brasil, dengan tegas menyatakan bahwa jika hasil autopsi ulang di Brasil menunjukkan adanya bukti kelalaian atau pembiaran, mereka tidak akan ragu untuk mengajukan kasus ini ke badan internasional seperti Komisi Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (IACHR). “Kami mencari keadilan untuk Juliana. Kami ingin memastikan apakah semua prosedur telah dijalankan dengan benar. Jika ada kelalaian, harus ada pertanggungjawaban,” ujarnya dalam sebuah pernyataan resmi, menggarisbawahi komitmen Brasil untuk memperjuangkan keadilan bagi warganya.

Potensi Dampak dan Respons Pemerintah Indonesia

Ancaman yang dilayangkan oleh Brasil menempatkan Indonesia dalam posisi yang sangat sulit. Selain berisiko merusak citra pariwisata nasional, terutama untuk segmen wisata petualangan yang sedang berkembang, kasus ini juga dapat menjadi preseden buruk dalam hubungan diplomatik kedua negara. Jika terbukti ada kelalaian, Indonesia berpotensi menghadapi tuntutan kompensasi yang signifikan dan bahkan sanksi di tingkat internasional, yang dapat berdampak luas pada berbagai sektor.

Menanggapi situasi yang kian memanas ini, Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus menjalin komunikasi intensif dengan pihak Kedutaan Besar Brasil di Jakarta dan berupaya menangani masalah ini melalui jalur diplomatik yang konstruktif. Pihak berwenang di Nusa Tenggara Barat, termasuk Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dan tim SAR, menegaskan bahwa proses evakuasi telah dilakukan sesuai dengan prosedur operasional standar, dengan mempertimbangkan kondisi medan yang ekstrem dan cuaca buruk sebagai kendala utama yang tidak dapat dihindari. Kini, semua mata tertuju pada hasil autopsi kedua di Brasil dan langkah-langkah diplomatik yang akan diambil oleh kedua negara untuk meredakan ketegangan yang kian memuncak ini, demi menjaga hubungan baik dan menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan.